Thursday, July 28, 2005

Orang-orang Di Pinggir Jalan, Kendaraan Di Tengah Trotoar

Sore hari, antara pukul 4 sampai 6 sore, waktunya sibuk sepanjang jalan. Sebagian pergi menuju rumah untuk beristirahat, sebagian mulai berbenah memulai mata pencaharian, berdagang di pinggir jalan. Jalanan memang cukup ramai di lalui orang, berarti pasar yang baik untuk menjajakan dagangan. Tenda-tenda digelar di pinggir jalan, mendesak separuh trotoar. Pagar pembatas jalan adalah fasilitas tambahan untuk menggantung barang jualan.
Selalu saja ramai dipersimpangan. Lihat saja orang-orang yang lewat, walau tergesa tapi mata mereka menyapu masakan dan kue-kue tradisional. Jangankan pejalan kaki, yang berkendaraan pribadi pun parkir barang sebentar-duabentar untuk menjemput isi tenda yang wangi. Sayang fasilitas parkir tak seluas pertokoan besar. Maka separuh lagi trotoar tertutupi kendaraan berjajar. Mulailah bingung si pejalan kaki, harus bersaing dengan kendaraan lain yang melaju hingga ke tepi jalanan. Karena di tengah jalan sudah ramai mengantri roda-roda berasap yang berlomba ingin cepat sampai tujuan.
Hati-hati menyebrang jalan, tengok lah kiri-kanan, tunggu hingga jalanan sepi, baru kau menyeberang. Begitu kata ibuku dulu. Sekarang ini, menunggu jalan sepi hanya mimpi di kota ini, saat jalan sepi, aku sudah terlelap dalam mimpi. Gunakan saja jembatan penyeberangan, yang dibangun sangat tinggi. Di atas sangat nyaman bagi sebagian orang, hingga menjadikannya sebagai tempat tinggal. Gambaran kotaku yang paling nyata.

Tuesday, July 26, 2005

Khawatir

Beberapa hari yang lalu seharusnya bisa dinikmati temanku dengan seseorang. Karena hari itu, ia mendapat kabar baik, ia resmi menjadi pegawai tetap sebuah perusahaan yang selama ini sudah mempekerjakannya sebagai tenaga lepas. Pengennya sih ia bagi kebahagian itu dengan seseorang yang selama ini selalu ada dalam pikirannya. Tapi, belum sempat ia ceritakan kabar baik itu, sebuah keputusan telah keluar dari mulut cewe yang ia sayangi.
Padaku, ia mengaku sadar sudah keliru dan menerima vonis itu. Cewe itu sudah memilih untuk melupakannya dan membuka hati untuk yang lain. Cewe itu sudah sangat...sangatttt...terluka tapi bersabar menemani tahun-tahun yang tak tentu. Dan temanku yang nakal ini patut bersyukur karena mantannya itu masih mau berteman dengannya. Entah apa yang terjadi padanya jika tak ada cewe itu, begitu pengakuannya padaku. Selama bertahun-tahun ia membuang waktu, membiarkan sebuah kisah tergantung tanpa “judul” yang jelas.
Tapi kemudian, ia bercerita tentang keraguan yang muncul. Tentang lelaki yang sedang dekat dengan mantannya ini. Ia takut kalau kali ini pun sang mantan tak akan menemukan apa yang dicarinya dengan lelaki ini. Kalau cewe ini juga harus menunggu lelaki baru itu tanpa judul yang jelas. Aku tak bisa berkomentar banyak, hanya sibuk memasukan kentang goreng ke dalam mulutku (maaf...laper!).
Tapi, setelah kuteguk sedikt minuman soda, kukatakan padanya agar tak perlu khawatir. Dengan pengalamannya yang terdahulu, aku yakin mantannya itu mendapat pelajaran yang berharga. Aku yakin ia bisa lebih berhati-hati. Bisa saja mantannya itu tidak hanya membuka hati dengan satu lelaki, misalnya...ini misalnya, loh .... Yah, semua perlu waktu. Dan teman, kau tak perlu khawatir. Just like you always said...everything is gona be allrighhh...:)